Jumat, 04 April 2014

Arsip :UUPPPermen dan Standar Nasional Pendidikan



Arsip Kategori: UU, PP, Permen dan Standar Nasional Pendidikan
Sumber: Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas:
  • Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan
  • Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud di atas diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Penilaian Pendidikan.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Sumber: Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
  • Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji,
  • Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
  • Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya
Sumber:  Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Standar Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pengelolaan.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sumber : Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Sarana dan Prasarana.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah  Luar Biasa.
Sumber: Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
* Kompetensi pedagogik;
* Kompetensi kepribadian;
* Kompetensi profesional; dan
* Kompetensi sosial.
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.
Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Administrasi Sekolah.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 25 Tahun 2008 tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
* Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 27 Tahun 2008 tentang Standar Kulifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2009 tentang Standar Penguji pada kursus dan pelatihan.
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2009 tentang Standar kualifikasi pembimbing pada kursus dan pelatihan.
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 42 Tahun 2009 tentang Standar Pengelola Kursus dan Pelatihan.
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 43 Tahun 2009 Standar Tenaga administrasi pendidikan pada program Paket A, Paket B, dan Paket C.
*Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Standar Pengelola pendidikan pada Program Paket A, Paket B, dan Paket C.
Sumber: Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan.
Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Berikut ini, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berkaitan dengan Standar Proses Pendidikan.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
  • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Kesetaraan Program Paket A, Program Paket B, dan Program Paket C.
Sumber : Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menetapkan:
Standar Isi Kesetaraan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi untuk Program Paket A, Program Paket B dan Program Paket C.
Sumber: Website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Lampiran Permen ini meliputi:
Pelaksanaan SI-SKL Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2006 menetapkan tentang pelaksanaan standar isi dan standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.
Panduan Penyusunan KTSP
Buku Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah ini dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, setiap sekolah/madrasah mengembangkan kurikulum berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi (SI) dan berpedoman kepada panduan yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Panduan Penyusunan KTSP terdiri atas dua bagian, yaitu bagian pertama berupa Panduan Umum dan bagian kedua berupa Model KTSP.
Satuan Pendidikan yang telah melakukan uji coba kurikulum 2004 secara menyeluruh diperkirakan mampu secara mandiri mengembangkan kurikulumnya berdasarkan SKL, SI dan Panduan Umum. Untuk itu Panduan Umum diterbitkan lebih dahulu agar memungkinkan satuan pendidikan tersebut, dan juga sekolah/madrasah lain yang mempunyai kemampuan, untuk mengembangkan kurikulum mulai tahun ajaran 2006/2007.
Bagian kedua Panduan Penyusunan KTSP akan segera menyusul dan diharapkan akan dapat diterbitkan sebelum tahun ajaran baru 2006/2007. Waktu penyiapan yang lebih lama disebabkan karena banyaknya ragam satuan pendidikan dan model kurikulum yang perlu dikembangkan. Selain dari pada itu, model kurikulum diperlukan bagi satuan pendidik yang saat ini belum mampu mengembangkan kurikulum secara mandiri. Bagi satuan pendidikan ini, mempunyai waktu sampai dengan tiga tahun untuk mengembangkan kurikulumnya, yaitu selambat-lambatnya pada tahun ajaran 2009/2010.
Perubahan Permen No 24 Tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
sumber: website Badan Standar Nasional Pendidikan Indonesia
Salinan Permendiknas 45/2010 tentang Kriteria kelulusan peserta didik pada Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun Pelajaran 2010/2011
Salinan Permendiknas 46/2010 tentang Pelaksanaan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional pada Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruan tahun pelajaran 2010/2011
Lampiran Permendiknas No. 46/2010 tentang Kisi-kisi Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2010/2011
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :

SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONAL



PENGERTIAN SEKOLAH BERSTANDAR INTERNASIONL
OLEH;Muhammad Ashar
Keinginan melakukan rintisan penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional (SBI) dilatarbelakangi oleh alasan-alasan berikut. Pertama, era globalisasi menuntut kemampuan daya saing yang kuat dalam teknologi, manajemen, dan sumber daya manusia. Keunggulan teknologi akan menurunkan biaya produksi, meningkatkan kandungan nilai tambah, memperluas keragaman produk, dan meningkatkan mutuproduk. Keunggulan manajemen akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Keunggulan sumber daya manusia ( SDM ) merupakan kunci daya saing karena SDM lah yang akan menentukan siapa yang mampu menjaga kelangsungan hidup, perkembangan,dankemenangan dalam persaingan.
Kedua, rintisan penyelenggaraan SBI memiliki dasar hukum yang kuat yaitu Pasal 50 ayat 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidkan nasional (UUSPN 20/2003) yang menyebutkan bahwa “ Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional”. Dan Surat Keputusan Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional No. 230/C3/KEP/2008 tanggal 8 Februari 2008, Tentang Penetapan Sekolah Menengah Pertama sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional tahun 2008.


Ketiga, penyelenggaraan SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme ( fungsionalisme ). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitasi yang dilaksanakan melelui proses pendidikan yang bermartabat, proses perubahan ( kreatif, inovatif, dan eksperimentif ), menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia harus memperhatikan perbedaan kecerdasan, kecakapan, bakat, dan minat peserta didik. Jadi peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan potensi intelektual, emosional, dan spiritualnya.
Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor dan sub-sub sektornya, baik lokal, nasional, maupun global. Terkait dengan tuntutan globalisasi pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.

Dalam mengaktualisasikan kedua filosofi tersebut, empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to live together, and learning to be merupakan patokan berharga bagi penyelarasan praktek-praktek penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari kurikulum, guru, proses belajar mengajar, sarana dan prasarana, hingga sampai penilainnya. Misalnya pembelajaran tidaklah sekedar memperkenalkan nilai-nilai (learning to know), tetapi juga bisa membangkitkan penghayatan dan mendorong menerapkan nilai-nilai tersebut (learning to do) yang dilakukan secara kolaboratif (learning to live together) dan menjadikan peserta didik percaya diri dan menghargai dirinya (learning to be).

B. PENGERTIAN SBI

SBI adalah sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP) Indonesia dan bertaraf internasional sehingga lulusannya memiliki kemampuan daya saing internasional.
Dengan pengertian ini, SBI dapat dirumuskan sebagai berikut :
SBI = SNP + X
Di mana SNP adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang meliputi : kompetensi llulusan, isi proses, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, dana, pengelolaan, dan penilaian; dan X merupakan penguatan, pengayaan, pengembangan, perluasan, pendalaman melalui adapsi atau adopsi terhadap standar pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri, yang diyakini telah memiliki reputasi mutu yang diakui secara internasional.
Lulusan SBI diharapkan, selain menguasai SNP di Indonesia, juga menguasai kemampuan-kemampuan kunci global agar setara dengan rekannya dari negara-negara maju. Untuk itu pengakraban peserta didik terhadap nilai-nilai progresif yang diunggulkan dalam era global perlu digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan SBI. Nilai-nilai progresif tersebut akan dapat mempersempit kesenjangan antara Indonesia dengan negara-negara maju, khususnya dalam bidang ekonomi dan teknologi. Perkembangan ekonomi dan teknologi sangat tergantung pada penguasaan disiplin ilmu keras ( hard science ) dan disiplin ilmu lunak ( soft science ). Disiplin ilmu keras ( hard science ) meliputi matematika, fisika,kimia, biologi, astronomi, dan terapannya yaitu teknologi komunikasi, transportasi, manufaktur, konstruksi, bio energi, dan bahan. Disiplin ilmu lunak ( soft science )meliputi sosiologi, ekonomi, bahasa asing ( Inggris utamanya), dan etika global.

C. VISI, MISI DAN TUJUAN SBI

Mengacu pada visi pendidikan nasional dan visi Depdiknas, maka visi SBI adalah “terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional”. Visi tersebut memiliki implikasi bahwa penyiapan manusia Indonesia yang memiliki kompetensi bertaraf internasional memerlukan upaya-upaya yang dilakukan secara intensif terarah, terencana, dan sistematik agar dapat mewujudkan bangsa yang maju, sejahtera, damai, dihormati, dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.
Berdasarkan visi tersebut, maka misi SBI adalah mewujudkan manusia Indonesia cerdas dan kompetitif secara internasional, yang mampu bersaing dan berkolaborasi secara global.
Penyelenggaraan SBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkelas nasional dan internasional sekaligus. Lulusan yang berkelas nasional secara jelas telah dirumuskan dalam UU No. 20/2003 dan dijabarkan dalam PP 19/2005, dan lebih dirincikan lagi dalam Permendiknas No. 23/2006 tentang standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang bunyinya sebagai berikut :
Pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Perlu dicatat bahwa sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan bertaraf internasional, BSI harus tetap memegang teguh untuk mengembangkan jati diri / nilai-nilai bangsa Indonesia.

D. STANDAR SBI

Mengingat SBI merupakan upaya sadar, intens, terarah, dan terencana untuk mewujudkan citra manusia ideal yang memiliki kemampuan dan kesanggupan hidup secara lokal, regional, nasional, dan global. Maka perlu dirumuskan rumus SBI yang meliputi output, proses, dan input.
Pertama, output / lulusan SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional plus internasional sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.
Kedua, proses penyelenggaraan SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan menerapkan nilai-nilai ( religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi mutakhir dan canggih ).
Ketiga, input adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki tingkat kesiapan yang memadai. Input penyelenggaraan SBI yang ideal untuk menyelenggarakan proses pendidikan yang bertaraf internasional meliputi peserta didik baru ( intake ) yang diseleksi secara ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Intake ( peserta didik baru ) diseleksi secara ketat melalui saringan rapor SD, ujian akhir sekolah, scholactic apptitude test (SAT), kesehatan fisik, dan tes wawancara.

E. MODEL-MODEL PENYELENGGARAAN

Model penyelenggaraan menurut SBI menurut UU No.20 / 2003 ada 3 jenis, yaitu :
1. Sekolah Nasional
2. Sekolah Asing
3. Sekolah Franchise Asing
Sekolah Nasional adalah sekolah yang menerangkan ketentuan nasional secara utuh. Sekolah ini tidak dicampuri oleh sistem pendidikan negara lain.
Sekolah Asing adalah sekolah yang diselenggarakan oleh perwakilan negara asing di wilayah NKRI, yang peserta didiknya adalah warga negara asing dan menggunakan sistem yang berlaku di negara yang bersangkutan atas persetujuan Pemerintah RI. Pemerintah Indonesia tidak mengurus jenis sekolah ini, kecuali pemberian izin pendirian.
Sekolah Franchise Asing merupakan lembaga pendidikan dasar dan menengah asing yang terakreditasi di negaranya diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan di wilayah NKRI dengan menggunakan kurikulum asing dengan catatan wajib memberikan pendidikan agama dan kewarganegaraan bagi peserta didik WNI dan wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah NKRI, yaitu dengan mengikutsertakan pendidik dan tenaga kependidikan dari Indonesia.
SBI meskipun bertaraf internasional, sistemnya menggunakan sistem pendidikan nasional Indonesia, baik kurikulum, pendidikan, dan ketentuan lainnya.
Pada dasarnya SBI adalah sekolah Indonesia yang menerapkan SNP Indonesia plus pengayaan/penguatan/pendalaman internasional yang digali dari sekolah-sekolah dalam dan luar negeri.

Model Pengembangan Sekolah yang Ada ( Exciting Develoved SBI )
Pengembangan SBI juga dapat dilakukan dengan mengembangkan sekolah yang telah ada saat ini, khususnya sekolah yang memiliki mutu bagus ( misalnya SSN yang baik atau kategori formal mandiri ) dan memiliki guru profesional, kepala sekolah yang tangguh, dan sarana serta prasarana yang memungkinkan dapat dikembangkan lebih lanjut.
Pola ini jauh lebih murah, namun memerlukan tahapan yang jelas, terencana dan sistematis. Perlu disadari bahwa mengubah sekolah dengan kondisi seperti saat ini menjadi bertaraf internasional tidak . Membangun gedung dan melengkapi fasilitas mungkin dapat dilakukan dengan relatif cepat. Namun, meningkatkan mutu guru, menyiapkan sistem manajemen, dan mengubah budaya sekolah merupakan tantangan besar yang harus disadari sejak awal.
Oleh karena itu, jika ingin mengembangkan SBI dari sekolah yang sudah ada saat ini, perlu diterapkan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut : dimana kita saat ini ( kondisi sekolah saat ini ), kemana kita akan pergi ( kondisi sekolah saat sudah menjadi SBI yang sesungguhnya), bagaimana caranya kita mencapai ke sana ( strategi/tahapan pencapaian ), dan bagaimana caranya mengetahui bahwa kita telah mencapai SBI ( monitoring dan evaluasi ). Dengan membandingkan kondisi saat ini dengan kondisi ideal menjadi SBI akan diketahui kesenjangan yang ada, baik fasilitas, guru, manajemen, kultur sekolah, dan sebagainya. Kesenjangan itulh yang harus didekatkan atau bahkan dihapuskan melalui strategi dan pentahapan yang jelas.

F. MODEL PENGEMBANGAN

1. Model Pengembangan Sekolah yang Ada
2. Model Kemitraan

G. STRATEGI PEMBIAYAAN

Penyelenggaraan SBI memerlukan biaya yang memadai. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa SBI memerlukan input dan proses yang memadai untuk mencapai output yang bertaraf internasional. Input, kurikulum, guru, maupun sarana dan prasarana harus dipersiapkan agar bertaraf internasional, sehingga memerlukan biaya besar. Proses belajar mengajar SBI menerapkan pendekatan-pendekatan yang kreatif, inovatif, dan eksperimentif sehingga dukungan dana yang besar sangat diperlukan. Pertanyaannya adalah “Siapa, membiayai berapa banyak, untuk apa ?”
Berdasarkan kesepakatan-kesepakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, maka proporsi pembiayaan SBI dapat diformulasikan sebagai berikut. Pemerintah Pusat membiayai 50 %, Pemerintah Daerah Propinsi 30%, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 20%. Formulasi ini bukan harga mati. Artinya bagi daerah-daerah yang kaya, mereka dapat nirkontribusi lebih dari besarnya prosentase tersebut.
Bagi peserta SBI yang lemah secara ekonomi dapat didukung pembiayaannya melalui subsidi silang dari peserta didik yang mampu. Hal ini penting digarisbawahi agar SBI merupakan sekolah untuk semua dan bukan untuk sekolah eksklusif yang diperuntukkan bagi kaum mampu semata.
Mengingat keterbatasan dana dari pemerintah pusat dan daerah, maka strategi pembiayaan SBI ke depan harus mempertimbangkan kontribusi dari masyarakat.

H. TUGAS DAN FUNGSI JAJARAN BIROKRASI DEPDIKNAS
Tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah adalah : (1) merumuskan dan menetapkan kebijakan , (2) merumuskan standar, (3) membimbing melalui pemberian pedoman, pelatihan, dsb, (4) mengatur melelui penerbitan legislasi dan regulasi, dan (5) mengawasi pelaksanaan dan mengevaluasi SBI. Tugas dan fungsi ini secara teknis akan dilakukan oleh masing-masing Direktorat Pembinaan TK dan SD, SMP, SMA, dan SMK.
Tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Propinsi adalah melaksanakan kebijakan, Depdiknas melalui : (1) penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan, standar, legislasi dan regulasi, dan pedoman-pedoman yang disusun oleh Depdiknas, (2) pemberian bimbingan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan sekolah-sekolah khususnya SD dan SMP melalui pelatihan, lokakarya.
Secara umum tugas dan fungsi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota adalah memberikan pelayanan dalam penyelenggaraan SBI di Kabupaten/Kota masing-masing melalui : (1) penyusunan petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan, standar, legislasi dan regulasi, dan pedoman-pedoman yang disusun oleh Depdiknas untuk SD dan SMP yang melaksanakan SBI, (2) pembinaan, pengurusan, dan pembimbingan SBI untuk SD dan SMP melalui pelatihan, lokakarya, diskusi kelompok terfokus dsb., (3) pemberian pelayanan terhadap SBI dalam mengelola seluruh aset atau sumber daya pendidikan yang meliputi guru, kepala sekolah, tenaga pendukung, sarana dan prasarana, buku pelajaran, dana pendidikan dsb., (4) pengkoordinasian dan penyerasian pelaksanaan SBI untuk Sd dan SMP, dan (5) pelaksanaan pengawasan dan evaluasi SBI serta pengembangannya di Kabupaten/Kota masing-masing.