Sabtu, 08 September 2012

SIFAT KEPITING

Sifat Kepiting Mungkin banyak yang tahu wujud kepiting, tapi tidak banyak yang tahu sifat kepiting. Semoga Anda tidak memiliki sifat kepiting yang dengki. Di Filipina, masyarakat pedesaan gemar sekali menangkap dan memakan kepiting sawah. Kepiting itu ukurannya kecil namun rasanya cukup lezat. Kepiting-kepiting itu dengan mudah ditangkap di malam hari, lalu dimasukkan ke dalam baskom/wadah, tanpa diikat. Keesokkan harinya, kepiting-kepiting ini akan direbus dan lalu disantap untuk lauk selama beberapa hari. Yang paling menarik dari kebiasaan ini, kepiting-kepiting itu akan selalu berusaha untuk keluar dari baskom, sekuat tenaga mereka, dengan menggunakan capit-capitnya yang kuat. Namun seorang penangkap kepiting yang handal selalu tenang meskipun hasil buruannya selalu berusaha meloloskan diri. Resepnya hanya satu, yaitu si pemburu tahu betul sifat si kepiting. Bila ada seekor kepiting yang hampir meloloskan diri keluar dari baskom, teman-temannya pasti akan menariknya lagi kembali ke dasar. Jika ada lagi yang naik dengan cepat ke mulut baskom, lagi-lagi temannya akan menariknya turun… dan begitu seterusnya sampai akhirnya tidak ada yang berhasil keluar. Keesokan harinya sang pemburu tinggal merebus mereka semua dan matilah sekawanan kepiting yang dengki itu. Begitu pula dalam kehidupan ini… tanpa sadar kita juga terkadang menjadi seperti kepiting-kepiting itu. Yang seharusnya bergembira jika teman atau saudara kita mengalami kesuksesan kita malahan mencurigai, jangan-jangan kesuksesan itu diraih dengan jalan yang nggak bener. Apalagi di dalam bisnis atau hal lain yang mengandung unsur kompetisi, sifat iri, dengki, atau munafik akan semakin nyata dan kalau tidak segera kita sadari tanpa sadar kita sudah membunuh diri kita sendiri. Kesuksesan akan datang kalau kita bisa menyadari bahwa di dalam bisnis atau persaingan yang penting bukan siapa yang menang, namun terlebih penting dari itu seberapa jauh kita bisa mengembangkan diri kita seutuhnya. Jika kita berkembang, kita mungkin bisa menang atau bisa juga kalah dalam suatu persaingan, namun yang pasti kita menang dalam kehidupan ini. Pertanda seseorang adalah ‘kepiting’: 1. Selalu mengingat kesalahan pihak luar (bisa orang lain atau situasi) yang sudah lampau dan menjadikannya suatu prinsip/pedoman dalam bertindak 2. Banyak mengkritik tapi tidak ada perubahan 3. Hobi membicarakan kelemahan orang lain tapi tidak mengetahui kelemahan dirinya sendiri sehingga ia hanya sibuk menarik kepiting-kepiting yang akan keluar dari baskom dan melupakan usaha pelolosan dirinya sendiri. Seharusnya kepiting-kepiting itu tolong-menolong keluar dari baskom, namun yah… dibutuhkan jiwa yang besar untuk melakukannya… Coba renungkan berapa waktu yang Anda pakai untuk memikirkan cara-cara menjadi pemenang. Dalam kehidupan sosial, bisnis, sekolah, atau agama. Dan gantilah waktu itu untuk memikirkan cara-cara pengembangan diri Anda menjadi pribadi yang sehat dan sukses.

Belajar dari Sebuah Kepompong

Belajar dari sebuah Kepompong 
Hidup memanglah penuh dengan perjuangan. Jika anda ingin berhasil dan menjadi manusia sukses maka anda pun harus melalui sebuah proses yang terkadang menyakitkan jika dirasakan. Janganlah menjadi seperti anak manja yang selalu ingin dibantu dan dilayani oleh orang tua kita. Karena hal itu sangatlah tidak baik untuk membentuk karakter dan jiwa kita dalam menghadapi kerasnya kehidupan ini. Pada artikel ini saya akan mencoba menceritakan ulang tentang sebuah kisah yang sungguh sangat inspiratif untuk kita renungkan. Cerita ini berasal dari buku yang sangat menarik dan sudah lama saya beli, tetapi baru sempat saya baca beberapa waktu yang lalu, buku tersebut berjudul,”setengah isi setengah kosong” karya parlindungan marpaung. Berikut adalah kutipannya: Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak ada lubang kecil disana. Anak itu tertegun mengamati lubang kecil tersebut karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar membebaskan diri melalui lubang tersebut. Lalu tampaklah kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan nampaknya sia-sia untuk keluar melalui lubang kecil di ujung kempompongnya. Melihat fenomena itu, si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu keluar dari kepompongnya. Dia pun mengambil gunting lalu mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa. Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuh gembung dan kecil. Sayap-sayapnya nampak masih berkerut. Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa si kupu-kupu mungil terbang menuju bunga-bunga yang ada di taman. Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba. Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak berkembang dengan sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak mampu terbang seumur hidupnya. Si anak rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan usahanya sendiri untuk membebaskan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui akan memaksa cairan dari tubuh kupu-kupu masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan.

Jumat, 07 September 2012

Langkah Langkah Penelituan

LANGKAH-LANGKAH PENELTIAN Dulu kalau kita mendengar penelitian, orang sering membayangkan suatu kesibukan di laboratorium dan penelitian kerap kali menjadi kegiatan yang dimonopoli para ahli. tapi sangat disayangkan kalau anggapan itu menimpa para mahasiswa, mereka lupa kalau semua orang harus meneliti, karena hanya dengan penelitian ilmu dapat dikembangkan secara ilmiah. kita tentunya sudah memahami tentang metode ilmiah dan penelitian ilmiah. Yang perlu kita ketahui adalah bahwa penelitian ilmiah berusaha untuk menemukan, mengembangkan, dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Dengan selalu melakukan penelitian ilmiah, ilmu pengetahuan akan selalu berkembang. Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-langkah tertentu. Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin dipecahkan. Membangun sebuah bibliografi. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar dalam masalah. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi. Mengatur data untuk persentase dan penampilan. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki). Menulis laporan penelitian. Dalam melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) memberikan 5 langkah berikut: 1. Tentukan judul Judul dinyatakan secara singkat. 2. Pemilihan masalah Dalam pemilihan masalah ini harus: Nyatakan apa yang disarankan oleh judul. Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki masalah menurut kepentingan umum. Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara singkat jelaskan materi. situasi dan hal- hal lain yang menyangkut bidang yang akan diteliti. 3. Pemecahan masalah. Dalam memecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut: Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bentuk yang sistematis dan logis. Demikian juga halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah. Prosedur penelitian yang digunakan harus dinyatakan secara singkat. Urutkan data, fakta dan keterangan-keterangan khas yang diperlukan Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh termasuk referensi yang digunakan. Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai arti dalam memecahkan masalah. Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta luibungannya dalam berbagai fase penelitian. 4. Kesimpulan Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin diperoleh Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk hipotesa dengan memberikan beberapa inferensi. 5. Berikan studi-studi sebelumnya yang pernah dikerjakan yang berhubungan dengan masalah Nyatakan kerja-kerja sebelumnya secara singkat dan berikan referensi bibliografi yang mungkin ada manfaatnya scbagai model dalam memecahkan masalah. Dari pedoman beberapn ahli di atas, maka dapal disimpulkan balnwa penelitian dengan mcnggunakan metode ilmiah sckurang-kurangnya dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 5.1. Merumuskan serta mcndefinisikan masalah Langkah pertama dalam meneliti adalah menetapkan masalah yang akan dipecahkan. Untuk menghilangkan keragu-raguan. masalah tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang akan dipecahkan Sebutkan beberapa kata kunci (key words) yang terdapal dalam masalah Misalnya. masalah yang dipilih adalah Bagaimana pengaruh mekanisasi terhadap pendapatan usaha tani di Aceh?Berikan definisi tentang usaha tani, tentang mekanisasi, pada musim apa. dan sebagainya. 5.2. Mengadakan studi kepustakaan Setelah masalah dirumuskan, step kedua yang dilakukan dalam mencari data yang tersedia yang pernah ditulis peneliti sebelumnya yang ada hubungannya dengan masalah yang ingin dipecahkan. Kerja mencari bahan di perpustakaan merupakan hal yang tak dapat dihindarkan olch seorang peneliti. Ada kalanya. perumusan masalah dan studi keputusan dapat dikerjakan secara bersamaan. 5.3. Memformulasikan hipotesa Setelah diperoleh infonnasi mengenai hasil penelitian ahli lain yang ada sangkut-pautnya dengan masalah yang ingin dipecahkan. maka tiba saatnya peneliti memformulasikan hipotesa-hipolesa unttik penelitian. Hipotesa tidak lain dari kesimpulan sementara tentang hubunggan sangkut-paut antarvariabel atau fenomena dalam penelitian. Hipotesa merupakan kesimpulan tentatif yang diterima secara sementara sebelum diuji. 5.4. Menentukan model untuk menguji hipotesa Setelah hipotesa-hipotesa ditetapkan. kerja selanjutnya adalah merumuskan cara-cara untuk menguji hipotesa tersebut. Pada ilmu-ilmu sosial yang telah lebih berkembang. scperti ilmu ekonomi misalnva. pcnguji’an hipotesa didasarkan pada kerangka analisa (analytical framework) yang telah ditetapkan. Model matematis dapat juga dibuat untuk mengrefleksikan hubungan antarfenomena yang secara implisif terdapal dalam hipotesa. untuk diuji dengan teknik statistik yang tersedia. Pengujian hipotesa menghendaki data yang dikumpulkan untuk keperluan tersebut. Data tersebut bisa saja data prime ataupun data sekunder yang akan dikumpulkan oleh peneliti. 5.5. Mengumpulkan data Peneliti memerlukan data untuk menguji hipotesa. Data tersebut yang merupakan fakta yang digunakan untuk menguji hipotesa perlu dikumpulkan. Bcrgantung dan masalah yang dipilih serta metode pcnelitian yang akan digunakan. teknik pengumpulan data akan berbeda-beda. Jika penelitian menggunakan metode percobaan. misalnya. data diperoleh dan plot-plot pcrcobaan yang dibual sendiri oleh peneliti Pada metodc scjarah ataupun survei normal, data diperoleh dengan mcngajukan pertanyaan-pertanyaan kepada responden. baik secara langsung ataupun dengan menggunakan questioner Ada kalanya data adalah hasil pengamatan langsung terhadap perilaku manusia di mana peneliti secara partisipatif berada dalam kelompok orang-orang yang diselidikinya. 5.6. Menyusun, Menganalisa, and Menyusun interfensi Setelah data terkumpul. pcneliti menyusun data untuk mengadakan analisa Sebelum analisa dilakukan. data tersebul disusun lebih dahulu untuk mempermudah analisa. Penyusunan data dapat dalam bentuk label ataupun membuat coding untuk analisa dengan komputer. Sesudah data dianalisa. maka perlu diberikan tafsiran atau interpretasi terhadap data tersebut. 5.7. Membuat generalisasi dan kesimpulan Setelah tafsiran diberikan, maka peneliti membuat generalisasi dari penemuan-penemuan, dan selanjutnya memberikan beberapa kesimpulan. Kesimpulan dan generalisasi ini harus berkaitan dengan hipotesa. Apakah hipotesa benar untuk diterima. ataukah hiporesa tersebut ditolak. 5.8. Membuat laporan ilmiah Langkah terakhir dari suatu penelitian ilmiah adalah membuat laporan ilmiah tentang hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut. Penulisan secara ilmiah mempunyai teknik tersendiri. Sedangkan menurut Suryabrata (1989) langka-langka penelitian meliputi 11 langkah, yaitu : 1. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian 1.1 Identifikasi Masalah Penelitian Masalah penelitian dapat bersumber dari : a. Bacaan, terutama bacaan yang berisi laporan hasil penelitian b. Seminar, diskusi, konferensi dan lain-lain pertemuan ilmiah c. Pernyataan pemegang otoritas d. Pengamatan selintas e. Pengalaman pribadi f. Perasaan intuitif 1.2 Pemilihan masalah penelitian Dalam memilih masalah penelitian ada 2 hal yang perlu dijadikan pertimbangan yaitu : a. Pertimbangan dari arah masalahnya b. Pertimbangan dari arah calon peneliti 1. 3 Perumusan masalah penelitian a. Perumusan hendaklah dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya b. Rumusan hendaklah padat dan jelas c. Rumusan itu hendaknya memberi petunjuk tentang mungkinnya mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan itu. 2. Penelaahan Kepustakaan a. Penelaahan sumber-sumber yang berupa buku b. Pemilihan berdasarkan pada prinsip: 1. Relevansi 2. Kemutakhiran ( kecuali studi sejarah ) c. Penelaahan sumber-sumber yang berupa laporan hasil penelitian. Penilikan berdasarkan atas prinsip : 1. Relevansi 2. Kemutakhiran 3. Bobot 3. Perumusan Hipotesis Perumusan hipotesis hendaklah mempertimbangkan: a. Hipotesis hendaklah menyatakan pertautan antara dua variabel atau lebih b. Hipotesis hendaklah dinyatakan dalam kalimat deklaratif atau pernyataan. c. Hipotesis hendaklah dirumuskan secara jelas dan padat d. Hipotesis hendaklah dapat diuji, artinya hendaklah orang mungkin mengumpulkan data menguji kebenaran hipotesis itu. 4. Identifikasi, Klasifikasi dan Pendefinisian Variabel a. Mengidentifikasi variabel. Variabel adalah segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian atau faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti b. Mengklarifikasi variabel Berdasarkan proses kauantifikasinya, variabel digolongkan menjadi: 1. Variabel nominal 2. Variabel ordinal 3. Variabel interval 4. Variabel rasio Berdasarkan atas fungsinya dalam penelitian variabel dibedakan menjadi: 1. Variabel tergantung 2. Variabel bebas 3. Variabel moderator 4. Variabel kendali 5. Variabel rambang c. Merumuskan definisi operasional variabel-variabel Definisi operasional dirumuskan berdasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi) 1. Yang berdasar atas kegiatan-kegiatan (operations) yang harus dilakukan agar yang didefinisikan itu terjadi 2. Yang berdasar atas bagaimana hal yang didefinisikan itu nampaknya (seringkali menunjuk kepada alat pengambil datanya) 5. Pemilihan atau Pengembangan Alat Pengambil Data Alat pengambil data harus memenuhi syarat-syarat: 1. Validitas 2. Reliabilitas 6. Penyusunan rancangan penelitian 7. Penentuan sampel 8. Pengumpulan data 9. Pengolahan dan analisis data 10. Interpretasi hasil analisis 11. Penyusunan laporan Dari beberapa pendapat para pakar yang telah disebutkan di atas dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan kegiatan penelitian dibagi dalam empat fase/tahap kegiatan, yaitu : 1. Persiapan 2. Pengumpulan data/informasi 3. Pengolahan data/informasi 4. Penulisan laporan penelitian Pada intinya langkah-langkah penelitian sama dengan langkah-langkah dalam metode ilmiah. Bagi penelitian remaja atau penelitian yang dilakukan oleh siswa SLTP dan SLTA dapat digunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut : 1. Identifikasi, Pemilihan dan Perumusan Masalah Penelitian Yaitu menetapkan masalah penelitian, apa yang dijadikan masalah penelitian dan apa obyeknya. Sedangkan mengidentifikasi atau menyatakan masalah yang spesifik dilakukan dengan mengajukan pertanyaan penelitian ( research question), yaitu pertanyaan yang belum dapat memberikan penjelasan yang memuaskan berdaarkan teori (hokum/dalil) yang ada. Ada beberapa hal yang diperlukan dalam menemukan suatu masalah pada suatu kegiatan, yaitu mengamati apakah yang seharusnya terjadi memang terjadi seperti yang dimaksud ataukah tidak; apakah terdapat pandangan, pendapat atau sikap yang berbeda terhadap hal yang sama; dan memperkirakan apakah yang akan timbul sebagai akibat sekiranya proses yang biasa itu diubah, ditiadakan atau diganti. 2. Telaah Kepustakaan Penelitian dimulai dengan penelusuran/telaah pustaka yang berhubungan dengan subyek penelitian tersebut. Penelusuran pustaka merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan informasi yang relevan untuk penelitian. Penelusuran pustaka dapat menghindarkan duplikasi pelaksanaan penelitian. Dengan penelusuran pustaka dapat diketahui penelitian yang pernah dilakukan dan dimana hal itu dilakukan. 3. Merumuskan hipotesis Hipotesis dapat diartikan sebagai pendapat sementara yang dianggap benar sebelum dapat diuji kebenarannya, karena itu hipotesis perlu dirumuskan secara teliti, terinci dan baik sebab bukan tidak mungkin hipotesis yang dituliskan merupakan jawaban yang sebenarnya terhadap permasalahan penelitian. Merumuskan hipotesis yang baik sangat berguna untuk menjelaskan masalah, petunjukpemilihan metodologi yang tepat dan menyusun langkah dan pembuktian penelitian. Hipotesis merupakan salah satu bentuk konkrit dari perumusan masalah. Dengan adanya hipotesis, pelaksanaan penelitian diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Pada umumnya hipotesis dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menguraikan hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan tak bebas gejala yang diteliti. Hipotesis mempunyai peranan memberikan arah dan tujuan pelaksanaan penelitian, dan memandu ke arah penyelesaiannya secara lebih efisien. Hipotesis yang baik akan menghindarkan penelitian tanpa tujuan, dan pengumpulan data yang tidak relevan. Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis. Ciri-ciri hipotesis yang baik adalah, logis tumbuh dari atau ada hubungannya dengan lapangan ilmu pengetahuan yang sedang dijelajahi oleh peneliti remaja; jelas, sederhana, dan terbatas; dan dapat diuji. Kegagalan merumuskan hipotesis yang baik akan mengaburkan hasil penelitian. Hipotesis yang abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, tetapi juga sukar diuji secara empiris (pengalaman pengamatan). 3.1 Rumusan Hipotesis Ada beberapa persyaratan untuk merumuskan hipotesis, diantaranya adalah : a) Hipotesis dirumuskan dalam kalimat berita, bukan dalam kalimat tanya. b) Hipotesis harus jelas tidak bermakna ganda. c) Hipotesis dirumuskan secara opreasional sehingga memudahkan pengujiannya. Misalnya, hipotesis yang berbunyi : “ Laku penampilan guru yag baik berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa” kurang operasional dibandingkan misalnya “ Sikap guru yang demokratis akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa “. 3.2 Macam-Macam Hipotesis Macam-macam hipotesis yang sering dijumpai adalah : a) Hipotesis Deskriptif Hipotesis “lukisan”, menunjukkan dugaan sementara bagaimana (how) benda-benda, peristiwa-peristiwa, atau variable-variabel itu terjadi. Hipotesis ini menggambarkan karakteristik suatu sample menurut variable tertentu. Contoh : Proporsi mahasiswa yang kaya hasrat untuk maju yang menyusun tesis bermutu lebih banyak daripada yang miskin hasrat untuk maju. b) Hipotesis Argumentasi Hipitesis “penjelasan” , menunjukkan dugaan sementara tentang mengapa (why) benda-benda, peristiwa-peristiwa, atau variable-variabel itu terjadi. Hipotesis ini merupakan pernyataan sementara yang diatur secara sistematis sehingga salah satu pernyataan merupakan kesimpulan (konsekuen) dari pernyataan yang lainnya (antiseden). c) Hipotesis Kerja Merupakan hipotesis yang meramalkan atau menjelaskan akibat-akibat dari suatu variable yang menjadi penyebabnya. Jadi hipotesis ini menjelaskan suatu ramalan bahwa jika suatu variable berubah maka variable tertentu akan berubah pula. Rumusan Hipotesis Kerja ( H1 ) : (1) Jika………….., maka……………….. Contoh : H1 : Jika orang banyak makan, maka berat badanya akan naik (2) Ada perbedaan antara……….. dan ………………. Contoh : H1 : Ada perbedaan antara penduduk kota dan penduduk desa dalam cara berpakaian. d) Hipotesis Nol / Hipotesis Statistik Hipotesis statistic bertujuan memeriksa ketidakbenaran suatu dalil/teori dengan perangkat statistic/matematik, yang selanjutnya akan ditolak melalui bukti-bukti yang sah. Hipotesis nol kebalikan dari hipotesis kerja. Rumusan hipotesis nol ( H0 ) : (1) Tidak ada perbedaan antara ……………. dengan ………………… Contoh : H0 : Tidak ada perbedaan antara siswa tingkat I dengan iswa tingkat II dalam disiplin belajar. (2) Tidak ada pengaruh ……………… terhadap …………………. Contoh : H0 : Tidak ada pengaruh jarak rumah ke sekolah terhadap kerajinan siswa berangkat ke sekolah 4. Identifikasi dan Klasifikasi Variabel Variabel penelitian adalah faktor yang apabila diukur memberikan nilai yang bervariasi ( H. Purwo Sutanto & Yuli Pratomo Akhadi : 2007). Peneliti perlu menentukan variabel-variabel penelitian. Misalnya, apabila seorang peneliti ingin menyelidiki apakah benar bahwa susu menyebabkan badan menjadi gemuk, maka yang menjadi obyek penelitiannya adalah susu dan berat badan orang. Maka susu dan berat badan merupakan variabel penelitian. Ada beberapa jenis variabel yang dipakai dalam penelitian, yaitu antara lain : a. Variabel Variabel Bebas atau Variabel Penyebab (Independent Variable), yaitu variabel yang mempengaruhi variabel yang lain atau diduga sebagai penyebab timbulnya variabel yang lain. Variabel bebas disebut juga variabel X. b. Variabel Tergantung atau Variabel Terikat (Dependen Variable), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel yang muncul sebagai akibat dari variabel bebas. Variabel terikat disebut juga variabel Y. Dalam contoh penelitian di atas susu merupakan variabel bebas ( X )dan berat badan merupakan variabel terikat ( Y ). c. Variabel Moderator, yaitu variabel-variabel atau factor-faktor lain yang mempengaruhi jalanya penelitian. d. Variabel Kontrol, yaitu variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk menetralkan pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Misalnya, jika peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan hasil belajar siswa kelas X SMK yang diajar dengan strategi problem solving dengan siswa yang diajar dengan metode latihan ? Maka yang dijadikan sebagai variabel moderator misalnya adalah sarana belajar mengajar, kemampuan dasar siswa, latar belakang siswa, lingkungan belajar siswa, dan lain-lain. Sedangkan variabel kontrolnya berupa siswa kelas X SMK yang tidak diajar dengan metode problem solving maupun metode latihan. 5. Merumuskan Definisi Operasional Variabel Definisi operasional variabel tidak menjelaskan definisi variabel secara istilah seperti dalam kamus, tetapi menjelaskan definisi atau pengertian variabel yang dikehendaki oleh peneliti. Misalnya, jika ada variabel hasil belajar siswa maka definisi operasional variabel yang dikehendaki peneliti adalah skor tes harian siswa, skor tes semester siswa dan lain-lain. 6. Menetapkan Rancangan Penelitian / Desain Penelitian Apakah desain eksperimen itu ? Desain eksperimen adalah suatu rancangan percobaan dengan setiap langkah tindakan yang terdefinisikan, sehingga informasi yang diperlukan atau berhubungan dengan persoalan yang akan diteliti dapat dikumpulkan secara faktual. Dengan kata lain, desain sebuah eksperimen merupakan langka-langkah lengkap yang perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa ke analisis obyektif dan kesimpulan yang berlaku dan tepat menjawab persoalan yang dibahas. Desain penelitian atau rancangan penelitian mengatur sistematika yang akan dilaksanakan dalam penelitian. Memasuki langkah ini peneliti harus memahami berbagai metode dan teknik penelitian. Metode dan teknik penelitian disusun menjadi rancangan penelitian. Mutu keluaran penelitian ditentukan oleh ketepatan rancangan penelitian. 7. Menetapkan Populasi dan Sampel Populasi didefinisikan sebagai himpunan atau kelompok (yang lengkap atau sempurna) dari semua unit penelitian yang mungkin. Jumlah populasi dapat diketahui ataupun tidak dapat diketahui. Jadi populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Obyek penelitian terdiri dari unit-unit penelitian. Unit penelitian dapt berupa orang (individu), rumah tangga, kelompok, organisasi,lembaga dan lain-lain. Populasi dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Populasi Target adalah populasi yang merupakan sumber informasi representative yang diinginkan. b. Populasi Contoh atau Populasi Sampel ( populasi Penelitian) adalah populasi dari mana suatu contoh atau sampel benar-benar diambil. Misalnya, seorang peneliti ingin mempelajari kependudukan di Provinsi Jawa Tengah dengan mengambil sampel di tiga kabupaten/kota di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Tegal, Kota Tegal, dan Kabupaten Brebes. Dalam hal ini, penduduk Jawa Tengah populasi target dan penduduk di tiga kabupaten/kota merupakan populasi sampel. Sampel atau contoh adalah anggota populasi yang dianggap dapat mewakili obyek penelitian. 8. Menentikan Alat Pengambil Data atau Instrument Penelitian 9. Pengumpulan Data 10. Pengolahan dan Analisis Data 11. Menulis Laporan Penelitian Pustaka Wiratha, I Made. 2005. Pedoman Penulisan : Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis. Cetakan Pertama. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Nasution, S. 2006. Metode Risearch. Cetakan 8. Jakarta : Bumi Aksara. Arifin, E. Zaenal. 1987. Dasar-Dasar Penulisan Karangan Ilmiah. Cetakan 8. Jakarta: PT Gramedia. Sutrisno dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Andi. Djuharie, O. Setiawan. 2001. Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung: Yrama Widya. Djuharie, O. Setiawan. 2001. Panduan Membuat Karya Tulis: Resensi, Laporan Buku, skripsi, Tesis, Artikel, Makalah, Berita, Essei, Dll. Bandung. Yrama Widya. Sutano, H. Purwo dan Yuli Pratomo Akhadi. 2007. Ilmu Pengetahuan Alam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) / Madrasah aliyah Kejuruan ( MAK). Klaten: Saka Mitra Kompetensi. A. Nashrudin, S.IP, M,Si . 2008. Apakah yang Dimaksud Metode Ilmiah. http://dossuwanda.wordpress.com/. - 2008. ” Kerja Ilmiah ”. http://sma-pgri-cianjur.blogspot.com/. Rusdi, Ibnu. 2008. ” Pengertian Penelitian.” http://ibnurusdi.wordpress.com/ Supardi. 2008. ” Penelitian Eksperimen 2: Penelitian Eksperimen Bagian II ”. http://mariacholifah.blogspot.com/2008/03/penelitian-eksperimen_30.html
KIAT MENYUSUN KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN OLEH : Muhammad Ashar Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut (Polancik, 2009). Pada tesis, kerangka pemikiran biasanya diletakkan di bab 2, setelah sub bab tentang Tinjauan Studi (Related Research) dan Tinjauan Pustaka. Penamaan kerangka pemikiran bervariasi, kadang disebut juga dengan kerangka konsep, kerangka teoritis atau model teoritis (theoritical model). Seperti namanya yang beraneka ragam, bentuk diagram kerangka pemikiran juga bervariasi. Saya pernah membahas contoh kerangka pemikiran untuk penelitian dengan model pengembangan software di artikel ini. Pada artikel kali ini, saya coba sajikan beberapa model kerangka pemikiran yang bisa digunakan oleh mahasiswa untuk mengerjakan penelitian tesis. MODEL PENELITIAN KORELASI Gaya kerangka pemikiran penelitian yang biasa digunakan untuk model penelitian korelasi, di mana ada variabel bebas dan variabel terikat. Gregor Polančič (Polancik, 2009) memberikan contoh yang menarik sebuah kerangka pemikiran penelitian untuk model ini. Pertanyaan penelitian (research question) atau rumusan masalah pada penelitian yang dibahas (Polancik, 2009) adalah “Bagaimana pengaruh metodologi pengembangan software dan jumlah pengembang dalam tim, pada produktifitas pengembang?“. Yang dalam bahasa inggrisnya: “How does software development methodology and team size influences developers productivity?” Komponen utama pada kerangka pemikiran yang dikembangkan Gregor Polančič (Polancik, 2009) adalah Independent Variables (variabel bebas), Dependent Variables (variabel terikat), Levels (indikator dari variabel bebas yang akan diobservasi), Measures (indikator dari variabel terikat yang akan diobservasi). Kerangka pemikiran di bawah menggambarkan alur logika penelitian dan hubungan antar konsep yang ingin diteliti. Judul yang tepat untuk penelitian ini adalah “Pengaruh metodologi pengembangan software dan jumlah pengembang dalam tim pada produktifitas pengembang. Dapat kita lihat bahwa kerangka pemikiran menggambarkan dengan jelas semua variabel beserta indikatornya (Levels), hingga alat ukur yang digunakan (Measurements) untuk menunjukkan ada atau tidaknya korelasi antar variabel yang ingin diteliti. Dan yang paling penting, baik dalam posisi sebagai peneliti, pembimbing ataupun penguji, kita bisa memahami gambaran besar penelitian ini dengan hanya sekali pandang. Pada penelitian ini, dua variabel bebas, yaitu metodologi pengembangan software (yang diwakili oleh OSSD, RUP dan XP), dan jumlah pengembang dalam tim (yang ukurannya adalah jumlah orang), akan dilihat apakah memiliki korelasi dengan variable terikat, yaitu tingkat produktifitas pengembang (yang ukurannya adalah jumlah baris code yang dihasilkan tiap developer tiap harinya). MODEL PENELITIAN PERBAIKAN METODE Kerangka pemikiran yang berikutnya adalah bila model penelitian kita adalah method improvement (perbaikan metode), yang sering digunakan pada penelitian di bidang sains dan teknik, termasuk bidang computing didalamnya. Kenapa kok harus melakukan method improvement? Ini dijawab dengan baik oleh (Berndtsson et al., 2008) dan (Dawson, 2009) di buku mereka, bahwa memang research itu adalah aktifitas yang dilakukan dalam rangka memberi kontribusi yang orisinil ke pengetahuan. Dalam hal ini ketika kita memperbaiki sebuah metode atau algoritma, perbaikan yang kita lakukan adalah salah satu bentuk dari kontribusi orisinil kita ke pengetahuan. Saya mencoba menyusun sebuah kerangka pemikiran khusus untuk model penelitian perbaikan metode, berdasarkan model (Polancik, 2007) yang sudah saya jelaskan di atas. Komponen dari model kerangka pemikiran saya adalah Indicators, Proposed Method, Objectives, dan Measurements. Sebagai contoh, saya akan mencoba menerapkan kerangka pemikiran yang saya desain pada paper penelitian berjudul “Prediksi Produksi Padi dengan menggunakan Support Vector Machine berbasis Particle Swarm Optimization” yang ditulis oleh (Fei et al., 2009). Sebagai catatan, pada artikel sebelumnya saya juga menggunakan paper yang sama untuk memberi contoh tentang Kiat Menyusun Alur Latar Belakang Masalah Penelitian. Kerangka pemikiran untuk penelitian (Fei et al., 2009) ini adalah seperti pada gambar di bawah. Pada penelitian ini, data set yang digunakan adalah data set Chinese Grain yang bersifat rentet waktu (time series), yang sifatnya public dataset dan bisa didapat dari UCI repository. Sedangkan metode yang diusulkan (Proposed Method) adalah menggunakan metode support vector machine, di mana pada proses pemilihan (optimisasi) parameternya dibantu oleh algoritma particle swarm optimization. Indikator (Indicators) yang diobservasi (diadjust atau dioprek) adalah nilai population dan generation pada particle swarm optimization, serta kernel type dan iteration pada support vector machine. Tujuan (Objectives) pada penelitian ini adalah adanya peningkatan akurasi pada model, dimana pengukuran peningkatan akurasi (Measurements) akan menggunakan root mean squared error (RMSE). Sebagai catatan, metode yang diusulkan (proposed method) yang ada di kerangka pemikiran ini adalah gambaran besarnya saja. Nantinya gambaran besar metode yang diusulkan ini, harus dijelaskan secara lebih detail dalam bentuk alur algoritma dengan ditambahi penjelasan matemathical model (formula) dari algoritma atau metode baru yang diusulkan. Contoh penelitian lain yang bisa disusun dengan menggunakan kerangka pemikiran ini adalah penelitian di bawah ini. Coba direnungkan, kira-kira apa yang bisa kita pahami dari kerangka penelitian di bawah ini? Mudah-mudahan artikel ini bisa memberi pencerahan paling tidak ke mahasiswa bimbingan saya dan juga mahasiswa lain yang sedang menyusun tesis atau skripsi. Dan sekali lagi, silakan bergabung ke grup penelitian saya di facebook Intelligent Systems Research Center, apabila ada yang perlu saya jelaskan lebih jauh. Paper (Fei et al., 2009) juga bisa didownload di halaman grup tersebut. Dan khusus untuk mahasiswa yang tidak bisa ketemu saya di darat tapi ingin mengikuti mata kuliah yang saya ajar, silakan mendownload dan membaca semua materi kuliah saya yang tersedia di halaman Lectures. Tetap dalam perdjoeangan! REFERENSI Gregor Polančič, Empirical Research Method Poster, 2007 Christian W. Dawson, Project in Computing and Information System a Student Guide 2nd Edition, Addison-Wesley, 2009 Mikael Berndtsson, Jörgen Hansson, Björn Olsson, Björn Lundell, Thesis Projects – A Guide for Students in Computer Science and Information System 2nd Edition, Springer-Verlag London Limited, 2008 Sheng-Wei Fei, Yu-Bin Miao and Cheng-Liang Liu, Chinese Grain Production Forecasting Method Based on Particle Swarm Optimization-based Support Vector Machine, Recent Patents on Engineering 2009, 3, 8-12

The Problem of Education

The Problem of Education There must be a perfect balance in everyone's life between pravritti and nivritti. Whenever this balance is disturbed, difficulties arise. Mere pravritti drives a man crazy. Resulting in excessive expenditure of energy, it turns out to be a bane instead of a boon. Likewise, mere nivritti also renders a man's life useless. What is needed is a real balance between activity and inactivity, contemplation and non-contemplation, thinking and non-thinking, doubtfulness and non-doubtfulness, memory and forgetfulness, and language and silence. The physical needs of man dictate that he study and master different subjects with a view to satisfying those needs. This has naturally led people to believe that knowing things, helpful in satisfying physical needs, is all that there is in education. Knowing something about one's own self has yet not come to be recognized as an essential part of education. No lasting change has ever been brought about through preaching, for language and ideas have their own limitations. They can at best touch the surface of our being; they cannot affect us profoundly. Tranquillity and steadiness of mind are the first step to progress and transformation. A precondition for the opening of the route to inner transformation is the development of a consciousness free from memory, imagination and thinking. Modern education concentrates all its attention on sharpening of our wit and intellect, ignoring the mind. Mere intelligence cannot achieve anything much, for all aberrations and evils originate in the mind. In order to get rid of them it is essential to educate or train the mind. But today's education rules this out since it has no provision at any stage for training the mind. This is its major shortcoming. No student is ever made aware of his infinite inner potential. He never comes to realize the presence of an inner strength which far surpasses mere physical strength. In fact, the modern student is blissfully unaware of his vital life-force. Today's education has nothing in it to train and rouse this life-force. Enfeebling of the vital life-force gives rise to a myriad problems. Uncurbed indulgence and uncontrolled and indisciplined thoughts have made people literally crazy. Lust dissipates human energy, and wasteful expenditure of energy inevitably leads to restlessness, loss of sanity and mental confusion. The greater the waste of energy, the more the loss of peace of mind. Similarly, violence has made man cruel and mad. Attachment to and accumulation of worldly goods are draining vital energy. It is conveniently forgotten that anything that disturbs the balance of mind also, to that extent, wastes the vital energy. Likewise, a propensity for extreme likes and dislikes also has the same effect. A sense of poise and balance is the sweet recipe for energizing the life-force. The main aim of education should be to enable the learners to develop a mind which is balanced, restful and completely unruffled and still. Modem education turns out competent scientists, engineers, doctors and other specialists. However, their professional expertise does not rid them of the propensity for fighting, condemning and feeling jealous. Driven to despair, these people can even commit suicide. Mere sharpening of the intellect without inculcating the habit of having a balanced attitude and mind is at best a very limited form of education. It is instructive to note that one of the great qualities of life - tolerance, which is a major source of strength, is possible only in a climate of Independence born of a successful encounter with hardships and sufferings. Tolerance is best cultivated through the Science of Living, and never through the study of the various academic subjects. Whatever be the content and extent of formal schooling, tolerance and mental poise can never result from them. The Science of Living, on the other hand, activates the inner potential of the learner and brings about an overall and balanced development of his personality. This science has been so far grossly neglected. Inevitably, therefore, the products of our educational system betray a complete lack of patience, tolerance and will-power and succumb to the slightest adversity in life. Occult scientists have revealed the fact that man cannot develop a transparent vision, until he succeeds in converting special centres, within the body into an electromagnetic field. All this is possible through the practice of tolerance, equanimity, fasting and breath-control, since such practice makes the atoms of the body electromagnetic fields which are intrinsically transparent. The Science of Living educates the mind, the speech and the body alike. Educating the body means developing competence to sit in the same posture for a prolonged period. Educating the speech means not having any propensity to speak even though there may be many compulsive Inner urges to do so. Similarly, educating mind means being free from unbridled memory, imagination and thinking. In fact, what is being said is that there is a compulsive need for striking a balance between external knowledge and internal being. Both are real; both are necessary. To integrate them and to bring about their creative union is the Science of Living. Modem education is object-oriented. It concentrates on the object - that which is to be known; it does not concentrate on the subject - the knower. Thus we know so much about the external world but very little about ourselves. It is like recognizing the image or the reflection and ignoring the real object. It is on this point that modem education can be faulted. It ignores the knower. One of the most keenly felt needs today is for discipline. Whereas education remains confined to the reaches of the intellect, discipline comes from far beyond them. They represent, as it were, two opposite banks of the river. Every individual has two polarities, two river banks - those of intellection and discipline. Between these two flows the stream of life. It surprises many to see the educated people resorting to anger, dishonesty, theft and oppression. In reality, there is nothing unnatural about it. Education has quickened the intellect which enables people to argue and to reason and these make him selfish and deceptive. Paradoxically, the tendency to serve one's own needs even by practising deception on another, is a direct result of one-sided Intellectual development. Quite naturally, therefore, one finds intellectuals, scholars and judges falling a prey to the above evils, traders indulging in smuggling and adulteration and government employees accepting hush money and bribes. Within the framework of the social mores warranted by their education such aberrations are not treated as objectionable. The utilitarian principle (something akin to pragmatism) dictates its own logic. Viewed dispassionately and scientifically, anger, distraction, erroneous decisions, cowardice and various complexes are not blame worthy in the context in which they arise. All those who remain glued to their side of intellection, unaware of the other side, viz. discipline, cannot but act the way they do. It is no accident that countless men and women find themselves under severe emotional stress and mental tension despite all their riches and achievements. Education has failed them but even if educational authorities refuse to give them complete education, they have no cause for despair. As individuals they have a right to take independent decisions and to discriminate between things useful and baneful for them. Let everyone after completing formal education think that what he has gained is mere one percent. For getting the remaining 99% training in self-discipline through the cultivation of the Science of Living is necessary. What good are education and scholarship if they are unaccompanied by the adornment which alone makes life meaningful and completely self-controlled ? Today many big politicians and scientists are engaged in practices that pose a serious threat to humanity, to its very survival. Never before has such madness been witnessed in history. The world has been brought to a point of crisis where it is only a mathematical line that divides life from death. There is a universal feeling of insecurity and fear, even madness. It should be absolutely clear that the only remedy for this pathological state lies in disciplining the self, in other words, in self-restraint. In the scale of values self-discipline or self-restraint occupies the highest place. It is, however, impossible to achieve it without the practice of meditation. All meditational techniques and methods of spiritual development are in fact a means of achieving self-restraint. It should be clearly understood by all that schools and colleges impart knowledge only of the external world, the world of matter and of physical objects. It is truncated knowledge. For making it whole one has to learn the nature and content of the world of consciousness, the psychic world. Every student should devote about a year to the Science of Living for developing self-discipline, after finishing his or her formal education. We have no doubt that if such a plan could be implemented, society would be able to find a lasting and real cure for the maladies in the present-day education.