Cermin Hati : Cermin bukan Hati, Hati
bukan Cermin
Mei 10, 2009
tags: hati dan cermin
Sebuah
cermin akan memantulkan apapun objek di depannya sama besar, jarak
bayangan sama, tegak dan berlawanan arah. Tidak peduli apakah
si objek adalah beridentitas sebagai benda mewah atau murahan, keras atau
lembut, indah atau jelek, semuanya akan dipantulkan.
Tulisan
ini terinspirasi ketika saya baca Hati ibarat Cermin di blog kangboed. Saya yakin
sejak kecil kita telah dikenali oleh benda persegi (mungkin oval) yang terbuat
dari kaca berlapiskan alumunium/perak tipis. Di benda tersebutlah kita mulai
mengamati siapa di balik kaca berlapiskan perak tersebut. Itulah benda yang
bernama cermin yang selalu menemani kita sejak kecil hinggg saat ini, dan tidak
sedikit orang menghabiskan waktu, perhatian dan energi pada wajah-tubuh karena
melihat si cermin ini. Namun, kita tidak akan membahas cermin “fisik”
semata.
*****
Alam
Semesta adalah sumber inspirasi pengetahuan kehidupan. Mulai air, bunga,
bebatuan, semut, tetumbuhan, hingga benda yang satu ini : Cermin dapat kita
gunakan sebagai sumber inspirasi roda kehidupan. Apa yang dapat kita
pelajari cermin adalah dari hakikat cermin itu sendiri [topik ini khusus
menganalisi cermin datar, bukan cermin cembung/cekung]. Sebuah cermin
[datar] akan memantulkan apapun objek di depannya sama besar, jarak
yang sama, tegak hanya berlawanan arah [kiri menjadi
kanan, dan sebaliknya]. Tidak peduli apakah si objek adalah beridentitas
sebagai benda mewah atau murahan, keras atau lembut, indah atau jelek, semuanya
akan dipantulkan.
Semakin
bersih permukaan cermin, maka bayangan cermin akan tampak semakin jelas seperti
aslinya. Kapan saja ada orang cermin, cermin akan langsung memberi bayangannya.
Karateristik cermin ini tentu tidak dapat kita temukan pada tanah ataupun batu
yang sulit memantulkan cahaya dan membentuk bayangan benda. Meskipun cermin sekalipun,
jika permukaannya kotor atau retak/pecah, maka cermin akan memberi bayangan
terdistrorsi dari aslinya.
Dari
sifat cermin di atas, maka pada hakikatnya hati manusiapun tidak berbeda dengan
cermin, begitu juga hakikat cermin tidak berbeda dengan hati. Hati yang bersih
akan melihat semua fenomena/kejadian dengan “kaca mata’ bening tanpa memberi
embel-embel. Hati yang bersih bak cermin akan menghargai semua fenomena dengan
apa adanya. Hati yang bersih tidak akan mendiskriminasikan si kaya atau si miskin,
si cantik atau si jelek, si pintar atau si bodoh, semuanya akan diperlakukan
layaknya sebagai manusia yang manusiawi.
Hati
bersih tidak akan memberi “bumbu” atau noda kepada setiap entitas, bukan
pujian, bukan pula celaan. Ia akan memperlakukan terbaik, ia akan memberi
dukungan terbaik, dan memberi nasehat terbaik untuk berubah menjadi lebih baik.
Hati bersih bukanlah penjilat yang membesarkan suatu bayangan, bukan pula
penipu yang menyembunyikan realitas dengan menghalangi suatu objek pada
permukaan cermin.
Hati
bersih sama sekali bukan sesuatu yang pandir, apatis, namun memberi proporsi
yang pas, tepat dan rasional bak cermin yang memantulkan sebuah benda dengan
besar dan tinggi yang sama. Hati yang tulus dan bijak dapat kita temukan pada
kasih sayang orang tua pada kita, ibu kita. Kisah dan cerita Ibu yang
sesungguhnya adalah mereka melahirkan, merawat, membesarkan dan merawat
putra-putrinya bukan untuk mengharap balasan budi, tapi suatu kebaikan pada
anaknya. Seorang Ibu akan selalu bingung jika diberi pilihan siapa putra-putri
yang paling disayanginnya dan mana yang tidak/kurang. Semuanya sama bagi
seorang Ibu.
****
Hati
bukanlah cermin, dan cermin bukan pula hati. Namun dari sifat fenomena cermin,
kita sebenarnya dapat menemukannya dalam hati terdalam kita yang mana
dipermukaan masih diselubungi oleh noda dan bintik. Noda hati adalah pemikiran
dan pandangan diskriminasi. Sedangkan inti sari hati adalah pemikiran non
diskriminasi, suatu pikiran yang tidak membeda-bedakan. Inilah mati hati, mata
cinta kasih, mata kebijaksanaan.
Hati
bukanlah cermin, dan cermin bukan pula hati. Ya…karena sebuah cermin memiliki
keterbatasan ruang, sedangkan hati manusia memiliki dimensi yangtidak hingga
jika saja kita mengembangkannya. Jika cermin hanya bisa memantulkan suatu
entitas objek yang nyata, namun hati bisa memantulkan entitas sebuah “cinta”
yang abstrak. Hanya saja, apakah kita memberi ruang dan waktu agar hati kita
berkembang seraya mengangkat bintik dan noda di permukaan hati agar semakin
bijak dan semakin banyak orang merasakan kedamaian dan keindahan cerminan hati
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar